Press ESC to close

Cara Menanamkan Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila Pada Anak

Pendidikan karakter umumnya dan pendidikan karakter berbasis Pancasila sangat penting bagi setiap anak. Sejak dini, nilai-nilai luhur itu harus sudah ditanamkan.

Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., MA, Guru Besar Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Baginya, pendidikan karakter sangat krusial bagi Anak Usia Dini (AUD). Hal ini menjadi landasan bagi mereka menjadi warga masyarakat dan warga negara. Bahkan, dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pendidikan karakter ini sudah menjadi bagian penting, bahkan terpenting dan tak terpisahkan.

Secara sederhana, karakter mengacu pada kepribadian yang berkaitan dengan penilaian perilaku seseorang berdasarkan standar moral atau etika tertentu. Berasal dari bahasa Latin, karakter berarti tabiat, budi pekerti, tabiat, kepribadian, dan akhlak WB Saunders, (1977:126) mendefinisikan karakter sebagai sifat nyata yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah perangkat yang bisa diamati pada individu bersangkutan.

Menurut Lickona (1991) terdiri dari tiga komponen utama. Pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.Ketiga unsur itu menjadi satu kesatuan untuk mengarahkan kehidupan moral individu atau membangun kematangan moral individu tersebut.

Menurut Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., MA, karakter bukan sesuatu yang terberi dan statis. Ia adalah kualitas moral dan etis yang dilakukan secara konsisten.Karakter ini akan menyata dalam banyak hal. Dalam dunia kerja atau etika kerja disebut karakter kinerja. Sementara itu dalam kehidupan sehari-hari umumnya terlihat dalam karakter moral seperti menghargai orang lain.

Sejumlah hambatan

Atas dasar itu pendidikan karakter berbasis pancasila penting untuk ditanamkan sejak dini. Tidak hanya terbatas pada pembahasan dan pengajaran masalah moral. Tetapi juga ditanamkan, dilatih, dan terus diawasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, untuk mengajarkan pendidikan karakter tidak hanya berhenti di tataran teori dan kata-kata, tetapi perlu ditunjukkan dalam pengalaman nyata.

Para pihak terkait mulai dari guru dan orang tua harus menjadi contoh dan teladan dalam pendidikan karakter.Masih menurut Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., MA, terdapat beberapa kendala dalam pendidikan karakter baik di rumah, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Beberapa dari antaranya adalah kurangnya pengetahun dan keterampilan orang tua tentang pendidikan karakter itu. Selanjutnya, kondisi sosial ekonomi keluarga yang tidak mendukung.Hal lainnya adalah ketidakmampuan orang tua untuk menjadi teladan atau panutan. Ketika orang tua tidak bisa memberikan teladan, maka upaya menanamkan pendidikan karakter pada anak akan terhambat.

Di dunia pendidikan formal seperti sekolah pun tidak terlepas dari masalah. Salah satunya adalah praktik pendidikan karakter yang masih menekankan pada aspek pengetahuan. Kurangnya variasi metode pembelajaran dan sulitnya menemukan figure teladan yang bisa menjadi contoh bagi para siswa.

Ketika terkait lingkup yang lebih luas, kita kerap berhadapan dengan beragam persoalan seperti korupsi, kekerasan, seks bebas, tawuran, dan berbagai hal buruk yang dipertontonkan secara nyata di ruang publik dan berbagai saluran pemberitaan. Dalam situasi seperti ini anak akan mengalami dilemma terkait contoh pendidikan karakter berbasis pancasila yang benar yang harus diikuti.

Pendekatan

Butuh pendekatan tertentu dalam menerapkan pendidikan karakter berbasis Pancasila pada anak. Guidance Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Bimbingan bisa menjadi salah satu alternatif pendidikan karakter AUD di sekolah.

Pembelajaran Berbasis Bimbingan menitikberatkan pada fasilitasi pembelajaran dan perkembangan anak secara menyeluruh melalui penyediaan lingkungan belajar yang sejalan dengan prinsip-prinsip bimbingan.

Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

  • Pembelajaran disediakan untuk semua anak, tanpa kecuali;
  • Guru memperlakukan anak sebagai individu yang unik dan berkembang;
  • Guru mengenal anak sebagai individu yang memiliki kapasitas dan harga diri, meskipun dalam keadaan tertentu terkadang sulit untuk menggunakan kapasitasnya secara optimal sehingga memerlukan perawatan dan perlakuan khusus;
  • Pembelajaran menitikberatkan pada pengembangan kemampuan anak agar mampu mewujudkan dan mengaktualisasikan seluruh aspek kepribadiannya secara optimal, tidak hanya menguasai pengetahuan dan keterampilan akademik;
  • Interaksi pembelajaran ditandai dengan sikap positif seperti kehangatan dan penerimaan, pemahaman empati dan tanggap terhadap kasih sayang anak, penerimaan dan penghargaan, penghargaan dan kejujuran positif tanpa syarat, serta memberikan kesempatan terbuka bagi anak untuk mengaktualisasikan minat, potensi, dan kemampuannya.

Menanamkan Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila pada Anak

Secara khusus terkait pendidikan karakter berbasis pancasila adalah menanamkan nilai-nilai dan penghayatan hidup berdasarkan Pancasila. Pancasila adalah pedoman hidup dan berperilaku yang juga perlu ditanamkan sejak dini.

Dalam Pancasila itu terkandung berbagai nilai luhur yang bisa menjadi pedoman dan pegangan dalam kehidupan setiap individu.

Untuk itu, pendidikan karakter berbasis pancasila perlu dipupuk dalam diri anak-anak sejak dini. Apalagi saat usia emas (golden age), orang tua dan para guru perlu memasukan pendidikan Pancasila dalam setiap proses pendidikan dan pembinaan anak.

5 cara sederhana untuk menanamkan nilai Pancasila pada anak.

  1. Menanamkan ketakwaan dan keimanan pada anak. Mengajak anak untuk berdoa dan beribadah bersama.Meski anak belum bisa menentukan iman dan kepercayaannya, orang tua bisa membantu mendekatkan anak dengan nilai-nilai spiritual yang menjadi bekal penting bagi kehidupannya selanjutnya.Dalam laku keagamaan itu anak pun serentak belajar banyak hal lain yang penting bagi hidup.
  2. Toleransi dan menghargai orang lain. Hal ini bisa dilatih dengan mengajak anak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan teman. Dari pengalaman tersebut, anak akan belajar nilai persaudaraan, saling membantu, kerja sama, solidaritas, dan sebagainya. Orang tua bisa menggandakan kunjungan ke rumah keluarga atau teman agar anak bisa bertemu orang lain. Dari situ anak mulai diarahkan untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan di luar keluarga.
  3. Tidak memandang perbedaan. Anak perlu diarahkan untuk tidak membangun sekat dalam dirinya. Melepaskan anak dari belenggu dikotomi yang memisahkan dirinya dari lingkungan berdasarkan perbedaan atau latar belakang tertentu. Orang tua perlu mengajarkan anak untuk berteman dan bergaul dengan tanpa pandang bulu. Memotivasi anak untuk bermain dengan orang dari suku, ras, agama, dan status sosial berbeda.
  4. Memberi kesempatan kepada anak untuk berpendapat dan menghargai pendapat orang lain. Anak juga perlu dilatih untuk menjadi diri sendiri. Membiarkan mereka mengeluarkan pikiran dan pendapatnya. Sembari melatih untuk menaruh sikap hormat pada pendapat dan pikiran orang lain. Orang tua bisa memulai dari hal-hal sederhana. Membiarkan anak memilih menu makanan, memilih baju yang hendak dipakai, hingga pilihan tempat berlibur atau bepergian.
  5. Berbagi dengan orang lain. Anak perlu ditanamkan untuk tidak bersikap egois atau mementingkan diri sendiri. Mengarahkan anak untuk tumbuh dengan sikap solider dan terbuka. Mau memperhatikan orang di sekitar. Membiarkan anak untuk rela membagi mainan atau makanan, hingga bergantian memainkan permainan dengan temannya. Akhirnya, hal-hal di atas bisa dipraktikkan mulai dari lingkungan terkecil dan dimulai dari hal-hal sederhana. Orang tua, di samping guru, adalah aktor utama yang berperan penting dalam pendidikan karakter seorang anak.

Jangan sampai anak tumbuh dengan tanpa dibekali dengan nilai-nilai luhur dan jauh dari laku hidup yang mencerminkan karakter yang luhur.

0 0 votes
Article Rating
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments